Sabtu, 14 Mei 2011

STRES LINGKUNGAN

STRES LINGKUNGAN

Apakah Stres Itu:
Kita tentu pernah mengalami stres. Stress adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada dua pengertian stress yaitu gangguan atau kekacauan mental dan emosional; dan tekanan. Menurut Lazarus (1976), stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Korchin (1976), keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Secara teknis psikologik, stres didefinisikan sebagai suatu respons peyesuaian seseorang terhadap situasi yang dipersepsikan menantang atau mengancam kesejahteraan orang yang bersangkutan. Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Ada 3 sumber utama bagi stres, yaitu :
1. Lingkungan
Lingkungan kehidupan memberi berbagai tuntutan penyesuaian diri seperti
- Cuaca, kebisingan, kepadatan
- Tekanan waktu, standard prestasi, berbagai ancaman terhadap rasa aman dan harga diri
- Tuntutan hubungan antara pribadi, penyesuaian diri dengan tema, pasangan dan perubahan keluarga.
2. Fisiologi
- Perubahan kondisi tubuh, seperti pada masa remaja. Seorang perempuan akan mengalami haid, hamil dan sesuai pertambahan umur hingga akhirnya mengalami proses penuaan.
- Reaksi tubuh yaitu reaksi terhadap ancaman dan perubahan lingkungan mengakibatkan perubahan pada tubuh kita hingga menimbulkan stres.
3. Pikiran
Pemaknaan diri dan lingkungan. Pikiran menginterpretasi dan menerjemahkan pengalaman perubahan dan menentukan kapan menekan tombol panik. Bagaimana kita memberi makna atau label pada pengalaman dan antisipasi ke depan bisa membuat kita relaks atau stres.
Hans Selye mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang ditekankan padanya. stres bisa dibedakan atas dasar sifat stressornya, yaitu distress, hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak) dan eustress hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun).
Sarwono mengatakan stres adalah kondisi kejiwaan ketika jiwa itu mendapat beban. Stres itu sendiri bermacam-macam, bisa berat, bisa juga ringan dan stres berat berkemungkinan mengakibatkan berbagai gangguan. Stres ringan dapat merangsang dan memberikan gairah nyata dalam kehidupan yang setiap harinya menjenuhkan. Stres yang berlebihan apabila tidak ditanggulangi sejak dini akan membahayakan kesehatan.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sarafino (dalam Prabowo, 1998) mencoba mengkonseptualisasikan kedalam tiga pendekatan yaitu stimulus, respons, dan proses.
1. Stimulus
Keadaan/situasi dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stresor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini megkategorikan stresor menjadi tiga:
a. Peristiwa katastropik, misalnya angin tornado atau gempa bumi.
b. Peristiwa hidup yang penting, misalnya kehilangan pekerjaan atau orang yang dicintai
c. Keadaan kronis, misalnya hidup dalam kondisi sesak dan bising.
2. Respons
Respon adalah reaksi seseorang terhadap stresor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan, yaitu komponen psikologis dan komponen fisiologis.
a. Komponen psikologis, seperti perilaku, pola berpikir dan emosi.
b. Komponen fisiologis, seperti detak jantung, sariawan, keringat dan sakit perut.
Kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.
3. Proses
Stres sebagai suatu proses terdiri dari stresor dan strain ditambah dengan satu dimensi penting, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu, yang disebut juga dengan istilah transaksi antara manusia dengan lingkungan, yang di dalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.

Kaitan Stres dengan Psikologi Lingkungan
Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (dalam Prabowo, 1998) mengajukan dua pengandaian:
1. Stress dihasilkan oleh proses dinamik ketikaorang berusaha mempeoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan.
Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangat bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu.
2. Bahwa variable transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stress psikologis yang disebabkan oleh lingkungan binaan.
Misalnya perkantoran, status, anggapan tentang kontrol, pengaturan ruang dan kualitas lain dapat menjadi variabel transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stres atau tidak.
Bangunan yang tidak memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial akan merupakan sumber stres bagi penghuninya. Apabila perumahan tidak memperhatikan kenyamanan penghuni, misalnya pengaturan udara yang tidak memadai maka penghuni tidak dapat beristirahat dan tidur dengan nyaman. Akibatnya, penghuni seringkali lelah dan tidak dapat bekerja secara efektif dan ini akan mempengaruhi kesejahteraan fisik maupun mentalnya. Demikian pula apabila perumahan tidak memperhatikan kebutuhan rasa aman warga, maka hal ini akan berpengaruh negatif pula. Penghuni selalu waspada dan akan mengalami kelelahan fisik maupun mental. Hubungan antara manusia sangat penting untuk itu perumahan juga sebaiknya memperhatikan kebutuhan tersebut.
Didalam membahas hubungan manusia dengan lingkungan binaan, maka pada lingkungan binaan tersebut diharapkan akan didapat ungkapan-ungkapan arsitektur berupa pola-pola yang mempengaruhi perkembangan dan perubahan konsepsi bangunan. Perubahan-peruahan konsepsi pada bangunan itu terjadi pada perilaku penghuni terhadap tata atur yang telah tercipta pada bangunan itu dahulunya. Akibat dari pergeseran perlakuan atau aktivitas dari penghuni mengakibatkan kerancuan visual dan tata atur banguan tersebut.
Baum, Singer, dan Baum (dalam Prabowo, 1998), mengartikan stres lingkungan dalam tiga faktor, yaitu :
1. Stresor fisik (misalnya: suara).
2.Penerimaan individu terhadao stresor yang dianggap sebagai ancaman (appraisal of the stressor).
3. Dampak stresor pada organisme (dampak fisiologis).
Sementara Fontana (dalam Prabowo, 1998), menyebutkan bahwa sumber utama dari stres didalam dan disekitar rumah adalah sebagai berikut :
1. Stres karena teman kerja (partner)
2. Stres karena anak-anak
3. Stres karena pengaturan tempat tinggal setempat
4. Tekanan-tekanan lingkungan.

Stres dapat Mempengaruhi Perilaku Individu Dalam Lingkungan
Stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungan.
Kepadatan tinggi merupakan stresor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada di dalamnya. Stresor lingkungan, menurut Stokols (Dalam Prabowo, 1998), merupakan salah satu aspek lingkungan yag dapat menyebabkan stres, penyakit, atau akibat-akibat negatif pada perilaku masyarakat.
Menurut Iskandar (dalam Prabowo, 1998), proses terjadinya stres juga melibatkan komponen kognitif. Seperti skema model stres yang diadaptasi dari Selye dan Lazarus, menjelaskan bahwa faktor psikologi individual (intelektual, pengalaman lalu, pengetahuan dan motivasi) dan aspek kognitif tentang stimulus (pengontrolan persepsi, dapat diduga, kesegeraan) dalam penelitian kognitif tentang lingkungan yanh diawali oleh stimulus lingkungan, lalu dilanjutkan oleh reaksi alam proses otonom, kemudian melalui tahapan berikutnya yaitu tahapan bereaksi strategi mengatasi stres. Jika berhasil maka individu tersebut akan mengalami proses adaptasi, sedangkan jika gagal maka individu tersebut akan melalui tahapan kelelahan.
Stokols (dalam Prabowo, 1998), mengatakan bahwa apabila kesesakan tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan stres pada individu. Stres yang dialami individu dapat memberikan dampak yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menghadapi stres. Individu yang mengalami stres umumnya tidak mampu melakukan interaksi sosial dengan baik, sehingga dapat menurunkan perilaku untuk membantu orang lain.
Dalam kaitannya dengan stres lingkungan, ada transaksi antara karakteristik lingkungan dengan karakteristik individu yang menentukan apakah situasi yang menekan tersebut menimbulkan stres atau tidak. Udara panas bagi sebagian orang menurunkan kinerja, tetapi bagi orang lain yang terbiasa tinggal di daerah gurun, udara panas tidak menghambat kinerja.

Contoh stres dalam lingkungan :
Ketika seseorang dihadapkan dengan masalah biaya pengeluaran yang semakin besar untuk pulang pergi kuliah atau kerja dengan menggunakan transportasi umum. Masalah tersebut mempunyai pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang membuat seseorang menjadi stres, apalagi dihadapkan dengan kemacetan ketika kita pulang kuliah atau kerja. Stres yang timbul dapat juga dipengaruhi suhu, suara, kelembaban, dan polusi udara.