Selasa, 13 April 2010

PENGERTIAN DISGRAFIA

Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.

Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.

Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.
Sumber : http://www.tabloid-nakita.com

CIRI-CIRI DARI DISGRAFIA

Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini, Di antaranya adalah:

1.Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2.Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3.Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4.Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5.Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6.Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7.Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8.Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.



Sumber : http://www.tabloid-nakita.com

Hal yang Dapat dilakukan untuk Anak Disgrafia

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini, Di antaranya:

1. Pahami keadaan anak

Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

2. Menyajikan tulisan cetak

Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.

3. Membangun rasa percaya diri anak

Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

4. Latih anak untuk terus menulis

Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.



Sumber : http://www.tabloid-nakita.com

PENGERTIAN DISKALKULIA

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah "math difficulty" karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis.

Diskalkulia adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak. Kata itu berasal dari bahasa Yunani. Dys artinya ‘tuna’. Calculus artinya ‘kerikil’, manik, dekak, atau kelereng. Mungkin karena zaman purba orang berhitung dengan alat bantu batu kerikil maka dari sinilah istilah discalculia tersebut berasal. Dari penelitian para ahli ternyata diskalkulia tidak ada hubungan langsung dengan tingkat inteligensi. Penyebabnya lebih karena disfungsi bagian syaraf tertentu di otak manusia. Mengapa sampai terjadi disfungsi juga berbeda-beda sebabnya. Dalam beberapa kasus ternyata pada waktu kecil pernah mengalami hyperthermia atau panas tubuh terlalu tinggi sehingga harus dimasukkan ke cooling chamber. Akibatnya, mungkin terjadi cedera pada bagian syaraf otak tersebut. Diskalkulia juga ada sebagian yang sifatnya warisan turun temurun karena defeksi pada sel tertentu DNA mereka.

CIRI-CIRI DISKALKULIA

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah "math difficulty" karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan :

1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.

Ciri khas dari diskalkulia adalah kegagalan dalam ketrampilan :

- linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol matematika),
- perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)
- matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)
- atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)
- Prevalensi ± 5% anak usia sekolah
- Anak perempuan > anak laki-laki
- Biasanya disertai gangguan belajar yang lain
- Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)



Sumber : http://www.tabloid-nakita.com dan berbagai sumber

PENYEBAB DISKALKULIA

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
3. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.

Sumber : http://www.tabloid-nakita.com

PENANGANAN UNTUK DISKALKULIA

Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:

1.Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses keseluruhannya.
2.Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3.Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4.Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5.Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6.Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7.Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8.Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.


Sumber : http://www.tabloid-nakita.com

DISLEKSIA

Pengertian

Tahukah Anda bahwa dyslexia (disleksia dalam bahasa Indonesia) adalah penyebab yang paling umum dari masalah kesulitan mengeja, membaca dan menulis? Apa itu disleksia? disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal"). Jadi, menderita disleksia berarti menderita kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Disleksia adalah suatu masalah kesulitan belajar khusus. Dyslexia mempengaruhi kemampuan seseorang untuk belajar, mengolah, dan mengerti suatu informasi dengan baik. Secara khusus, hal ini menyebabkan masalah dalam membaca dan menulis karena seseorang dengan problem dyslexia mempunyai kesulitan mengenali dan mengartikan suatu kata, mengerti isi suatu bacaan, dan mengenali bunyi. Tentunya ini menghambat kemampuan seorang anak untuk belajar membaca, bahkan jika anak mempunyai intelegensia normal dan instruksi yang jelas. Dyslexia mempengaruhi 15-20% dari populasi, dan terjadi pada laki-laki dua kali lebih banyak dari pada perempuan. Para penderita dyslexia disebut dyslexics. Anak dengan disleksia melihat tulisan seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca dan sulit diiingat. Mungkin, kalimat seperti, “liburan sekolah tahun lalu Andi ikut ayah ke kampung halamannya”, akan terlihat oleh anak-anak ini: “Liran sekah tan llu it Aah ke kaung halanya” atau “liburansekolahtahunlaluAndiikutayahkekampunghalamannya”.

Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa. Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai "Alexia". Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah.


Sumber: http://www.indonusa.ac.id/

PENYEBAB DISLEKSIA

Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.

Penyebab dari dyslexia secara umum bisa jadi dari genetika, namun penyebab lain yang tidak umum adalah cedera pada kepala atau trauma. Beberapa anak dyslexia ternyata memproses informasi menggunakan area yang berbeda pada otak dibanding anak-anak tanpa kesulitan belajar. Walaupun begitu, ini bukan merupakan karakteristik pada semua anak dyslexia. Beberapa type dyslexia bisa menunjukkan perbaikan sejalan bertambahnya usia anak.
Gangguannya memang terjadi di otak ketika pesan yang dikirim tercampur aduk, sehingga sulit dipahami. Anak dengan gangguan ini sering frustrasi dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

APA SIH TANDA-TANDA DISLEKSIA ?

Disleksia ternyata tidak hanya menyangkut kemampuan baca dan tulis, melainkan bisa juga berupa gangguan dalam mendengarkan atau mengikuti petunjuk, bisa pula dalam kemampuan bahasa ekspresif atau reseptif, kemampuan membaca rentetan angka, kemampuan mengingat, kemampuan dalam mempelajari matematika atau berhitung, kemampuan bernyanyi, memahami irama musik, dll.

Bagaimana caranya untuk mengenali gangguan disleksia ini?? Mungkin tidaklah mudah untuk mengidentifikasikannya, namun kita sebagai orang awam bisa melihat beberapa tanda-tandanya, serta bisa bertanya kepada orang yang lebih ahli atau kepada terapis yang lebih tepat. Repotnya, gangguan disleksia adakalanya diikuti dengan gangguan penyerta lain seperti mengompol sampai usia empat tahun ke atas, nakal dan suka mengganggu teman serta mengganggu di kelas.

Tanda-tanda dari disleksia antara lain :

•Kesulitan mengasosiasikan (menghubungkan arti) suatu huruf dengan bunyinya
•Terbalik dengan huruf (dia jadi bia) atau kata (tik jadi kit)
•Kesulitan membaca kata tunggal
•Kesulitan mengeja kata tunggal
•Kesulitan mencatat huruf/kata dari papan tulis atau buku
•Kesulitan mengerti apa yang mereka dengar (auditory)
•Kesulitan mengatur tugas, material, dan waktu
•Kesulitan mengingat isi materi baru dan materi sejenisnya
•Kesulitan dengan tugas menulis
•Kesulitan pada kemampuan motorik halus (misalnya memegang alat tulis, mengancing baju)
•Tidak terkoordinasi
•Masalah perilaku dan/atau tidak suka membaca

Jika seorang anak menunjukkan sejumlah tanda-tanda dyslexia seperti diatas, sebaiknya segera rujuklah anak kepada lembaga pendidikan khusus atau ahli profesional yang terlatih dalam masalah dyslexia, untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Namun tanda-tanda diatas tidak mutlak tanda-tanda anak yang mengalami disleksia. Tanda-tanda diatas hanya sebagai panduan umum, bukan sebagai dasar diagnosis.

Bagaimana cara belajar disleksia?

Setelah anak dievaluasi, hasilnya akan menunjukkan dengan cara bagaimana anak bisa belajar paling baik. Ada anak yang belajar lebih baik dengan cara visual (melihat), auditori (mendengarkan), dan taktil (menyentuh/meraba). Menggunakan gaya belajar yang sesuai untuk tiap anak sangat penting supaya mereka bisa belajar lebih baik.

Visual (penglihatan)

Anak belajar paling baik dengan cara melihat informasi. Karena itu, cara mulai yang baik adalah dengan menggunakan kartu bergambar dengan kata-kata tertulis di bawahnya (flash card). Pilihlah kata-kata yang sesuai dengan level belajar anak. Selain itu, jika anak kesulitan dengan bunyi, tunjukkan di mana bunyi itu dibuat di dalam mulut secara umum. Contoh : tunjukkan huruf /t/ pada kartu, lalu arahkan ke dalam mulut Anda. Buatlah bunyi /t/ dengan gerakan yang berlebihan. Biarkan anak meniru tindakan Anda sambil melihat ke dalam cermin. Tingkatkan dengan kombinasi suku kata 2 huruf (ta, ti) dan 3 huruf (tas, top), dengan cara menyuarakan dan menulis. Bantulah juga dalam hal kemampuan mengelompokkan dengan menggunakan gambar-gambar dan kata pada kalender harian. Ulanglah kalender ini setiap hari, lalu tandai tugas-tugas yang sudah selesai.

Auditori (pendengaran)

Anak-anak auditori belajar paling baik dengan cara mendengarkan apa yang diajarkan. Untuk anak yang kesulitan pada masalah bunyi, ajarkan sepasang kata singkat dan mintalah anak untuk mengatakan kata mana yang betul (tas/das). Juga, mintalah mereka menulis huruf, kata, atau kalimat sementara Anda mengucapkan

Apa yang dilakukan jika anak terjadi disleksia?

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, anatara lain :
•Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
•Anak duduk di barisan paling depan di kelas
•Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
•Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
•Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
•Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara hjavascript:void(0)uruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
•Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
•Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.

GANGGUAN BELAJAR

PENGERTIAN

Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.
Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

TIPE-TIPE GANGGUAN BELAJAR

Adapun tipe-tipe gangguan belajar antara lain :

GANGGUAN MEMBACA

Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di
bidang lainnya. Proses membaca ini merupakan suatu proses yang kompleks yang
melibatkan ke dua belahan otak. Gangguan membaca ditandai oleh gangguan kemampuan untuk mengenali kata, membaca yang lambat dan tidak tepat, dan pemahaman yang buruk tanpa adanya kecerdasan yang rendah atau defisit sensorik yang bermakna. Anak dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas (ADHD) memiliki resiko tinggi untuk gangguan membaca. Pada dasarnya, pencapaian membaca di bawah tingkat yang diharapkan untuk usia, pendidikan, dan kecerdasan anak, dan gangguan cukup bermakna mempengaruhi keberhasilan akademik atau aktivitas harian yang melibatkan membaca. Persentasi dari Gangguan Membaca ini dikatakan sebesar 2- 8 % dari anak usia sekolah. Anak yang mengalami gangguan Membaca menunjukkan adanya :
i.Inakurasi dalam membaca, seperti ;
•Membaca lambat, kata demi kata jika dibandingkan dengan anak
seusianya, intonasi suara turun naik tidak teratur
•Sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara
kuda dengan daku, palu dengan lupa, huruf b dengan d, p dengan q, dll
•Kacau terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya bau
dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan lusa, dll
•Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frasa
ii.Pemahaman yang buruk dalam membaca, dalam arti anak tidak mengerti isi cerita/teks yang dibacanya.

GANGGUAN MENULIS

Kondis ini ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk membuat suatu
komposisi tulisan dalam bentuk teks, dan keadaan ini tidak sesuai dengan
tingkat perkembangan anak seusianya. Gejala utamanya ialah adanya kesalahan
dalam mengeja kata-kata, kesalahan tata bahasa, kesalahan tanda baca,
paragraph dan tulisan tangan yang sangat buruk. Selain itu, mereka juga
mengalami kemiskinan tema dalam karangannya.

GANGGUAN BERHITUNG

Gangguan berhitung merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan
aritmetika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi
pencapaian prestasi akademikanya atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak. Gejala yang ditampilkan di antaranya ialah;
•Kesulitan dalam mempelajari nama-nama angka
•Kesulitan dalam mengikuti alur suatu hitungan
•Kesulitan dengan pengertian konsep kombinasi dan separasi
•Inakurasi dalam komputasi
•Selalu membuat kesalahan hitungan yang sama

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECERDASAN

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu
- faktor internal (dari dalam diri anak itu sendiri)
- faktor eksternal (faktor luar).
Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang terjadi sejak ia masih berada di dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan.

Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu faktor emosi dan perilaku dari anak tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam tumbuh kembangnya, seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya dan sebagainya. Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar pada tumbuh kembang anak bila faktor ini mengalami masalah. Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya. Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuannya.

Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang anak merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya.
Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel saraf mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.

BAGAIMANAKAH MENANGANI GANGGUAN BELAJAR ?

Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.

MACAM-MACAM TIPE ORANGTUA

Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya. Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat
meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh. Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai', dsb. Mereka
cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.

Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):

1. Otoriter : orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat menimbulkan depresi pada anak.
2. Permisif : orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat dalam mendidik anak, hal ini dapat mengakibatkan kontrol impuls yang buruk pada anak.
3. Acuh tak acuh/mengabaikan : orang tua mengabaikan anak dan kurang memperhatikan pengasuhan anaknya, kondisi ini kesulitan belajar biasanya memicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.
4. Timbal-balik : orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama, kondisi seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak.
Bentuk terapi keluarga sangat dibutuhkan di sini, sehingga interaksi antar anggota keluarga akan berjalan sesuai fungsinya kembali, disamping terapi individual untuk anak.

Secara umum telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa pola pengasuhan yang paling efektif adalah yang konsisten serta memberikan penghargaan (reward) untuk perilaku yang baik dan memberikan hukuman (punishment) untuk perilaku yang tidak diinginkan, dan diberikan dalam suatu lingkungan yang
hangat dan penuh cinta kasih.