Minggu, 21 Maret 2010

Penanganan dalam Sindrom Asperger

Kini dalam menangani anak- anak yang mengalami sindrom asperger terutama dengan teknik-teknik terapi sudah jauh lebih maju dan fasilitas sudah banyak. Hardiono menuturkan, salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah dengan mengajak si anak bermain. Stimulasi ini diketahui memperbaiki sinaps dan meningkatkan kadar serotonin.
Menurut Hardiono, anak asperger masih bisa diterapi, terutama dalam hal kemampuan bersosialisasi. Pasalnya, kemampuan mereka bersosialisasi sangat kurang.
"Cara terapi yang paling baik adalah mengajarkan anak bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Terapi dalam bentuk peer group akan lebih baik lagi," paparnya.
Anak asperger biasanya memiliki kecerdasan yang tinggi, maka orangtua akan dengan mudah mengajarkan emosi sosial. Misalnya, mengajarkan bagaimana harus bersikap jika menghadapi situasi tertentu.

R. Kaan Ozbayrak,MD, Assistant Professor of Psychiatry University of Massachusetts Medical School menambahkan, beberapa hal lain yang dapat dilakukan untuk membantu anak-anak penderita sindrom asperger. Terapi atau pengobatan yang dilakukan juga harus disesuaikan.
Secara umum Ozbayrak mengatakan, anak-anak penderita sindrom asperger akan banyak terbantu oleh orangtua yang memahami dan mampu membantunya. Kemudian, mereka juga membutuhkan pendidikan yang diperuntukan khusus bagi kebutuhannya. Selain itu, anak memerlukan latihan kemampuan untuk bersosialisasi serta terapi wicara.
"Terapi sensori integrasi juga dapat berguna bagi anak-anak yang masih kecil untuk meminimalisir kondisinya yang terlalu sensitif. Sementara itu, untuk anak-anak yang lebih tua dapat mendapatkan terapi kognitif atau psikoterapi,” papar Ozbayrak. Walaupun sindrom Asperger dapat ditangani dan dikurangi penyakitnya namun sindrom asperger tidak dapat disembuhkan dan akan menetap seumur hidup pada si penderita.

sumber: www.autis.info

Ciri-ciri dari Sindrom Asperger

Menurut Clinical Assistant Professor of Pediatrics Jefferson Medical College Philadelphia, Susan B. Stine, MD karakter dari anak-anak yang mengalami sindrom asperger ialah kurangnya kemampuan berinteraksi sosial, pola bicara yang tidak biasa dan tingkah laku khusus lainnya. Kemudian, anak-anak dengan sindrom asperger biasanya sangat sulit untuk menampilkan ekspresi di wajahnya serta sulit untuk membaca bahasa tubuh pada orang lain.

“Mereka kemungkinan juga merasa nyaman dengan rutinitas tertentu yang harus dilakukan setiap hari serta sensitif terhadap stimulasi sensori tertentu, misalnya mereka akan terganggu oleh nyala lampu redup yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain. Bisa saja mereka menutup kuping agar tidak dapat mendengarkan suara di sekitarnya atau mereka mungkin lebih memilih pakaian dari bahan-bahan tertentu saja,” jelas Stine.

Selain itu, tambah Stine, ciri dari anak yang mengalami sindrom asperger adalah terlambatnya kemampuan motorik, ceroboh, minat yang terbatas dan perhatian berlebihan terhadap kegiatan tertentu.
Jika dilihat secara sekilas, anak tersebut tidak berbeda dengan anak yang pintar dan kreatif. Hanya saja, anak tersebut biasanya memiliki satu minat tertentu saja untuk dikerjakannya.

secara keseluruhan anak-anak yang mengalami gangguan sindrom asperger mampu melakukan kegiatan sehari-hari, namun terlihat sebagai pribadi yang kurang bersosialisasi sehingga sering dinilai sebagai pribadi eksentrik oleh orang lain. Menurut Stine, jika penderita sindrom asperger beranjak dewasa, biasanya mereka akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan empati kepada orang lain serta kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain. Para penderita ini akan menetap seumur hidup. Namun gejala tersebut dapat dikurangi dalam kurun waktu tertentu terutama dengan deteksi dini akan sindrom asperger yang akan sangat membantu. Sesuai dengan perkembangan otak, kalau kelainan itu diketahui lebih dini, maka bisa distimulasi atau diberi obat agar berkembang ke arah yang baik. Namun, kalau sudah terlambat deteksinya, yaitu sudah berusia lima atau enam tahun, maka sulit penanganannya karena perkembangan otak sudah berhenti. Pada umur lima tahun, bagian otak yang disebut sinaps-sambungan antar saraf di mana bahan kimia serotonin bekerja-akan berhenti. Gangguan sindrom asperger pada umumnya akan terus mengikuti perkembangan usia seseorang. Meski tidak membahayakan jiwa, namun gangguan itu bisa membuat anak takut berada di keramaian dan membuat anak depresi.

Ciri yang menonjol pada anak asperger adalah mereka tidak bisa membaca kode-kode atau ekspresi wajah seseorang. Karena ketidakmampuannya itu, anak asperger dijauhi teman-temannya. Biasanya mereka jadi anak yang antisocial dan sulit berinteraksi dengan orang lain. Ketika mereka dijauhi oleh teman-temannya dan akhirnya tidak mempunyai teman, anak tersebut tidak tahu harus bersikap bagaimana untuk menghadapi sebuah situasi sehingga dia akan merasa putus asa dan akhirnya depresi.

Sabtu, 20 Maret 2010

AUTISME

Menyelaraskan Pola Makan dengan Perilaku Anak Autis

Anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme cenderung memiliki alergi terhadap makanan. Perhatian orangtua terhadap pola makan sangat diperlukan. Pasalnya, asupan makanan akan mempengaruhi tingkah laku anak.

Konsultan Anak berkebutuhan Khusus dari yayasan Medical Exercise Theraphy, Tri Gunadi mengatakan, hal pertama yang dilakukan orang tua sebelum menerapkan pola makan terhadap anak autis adalah mengetahui tipe dari perilaku anak, apakah termasuk ke dalam tipe Seeking Defensiveness (mencari) atau Bahavior Defensiveness (menghindar).

Pada tipe mencari, anak cenderung memiliki nafsu makan yang besar dan senang mengunyah. Anak pada tipe ini memiliki kemungkinan terkena obesitas atau kelebihan barat badan. Berbeda dengan tipe mencari, tipe anak menghindar memiliki nafsu makan yang kecil bahkan cenderung menghindar dari makanan yang masuk melalui mulut.Selain itu, anak tipe ini tidak senang mengunyah. Artinya, anak langsung menelan makanan tanpa mengunyah terlebih dahulu.

"Hal ini penting untuk diketahui, karena berkaitan dengan terapi yang akan dijalankan si anak," tuturnya disela perkenalan acara London School Care Autisme yang digagas STIKOM LSPR yang berlangsung di Jakarta, Kamis (12/11).

Lebih jauh dia menjelaskan, bila sudah diketahui tipe si anak, langkah lanjutan yang diperlukan adalah memberikan pola makan yang tepat. Pada anak bertipe mencari, anak harus diberikan makanan bertekstur dan berpola. Maksudnya berpola, anak bertipe pencari dikenalkan dahulu makanan yang memerlukan proses mengunyah lebih lama baru diperkenalkan pada makanan bertekstur lembut. Dengan harapan, anak akan mudah kenyang hingga menghindarkan diri dari obesitas.

Pada anak bertipe menghindar dilakukan dengan pola terbalik. Anak harus diberikan makanan bertekstur halus terlebih dahulu sebelum diberikan makanan bertekstur kasar. Pasalnya, anak pada tipe menghindar begitu sensitif terhadap makanan. Bila tidak ditangani dengan baik berpotensi besar mengalami gizi buruk.

"Perlu disadari, seberapapun orang tua memiliki kemampuan finansial yang baik, pemenuhan kebutuhan gizi pada anak autis belum tentu sempurna," tegasnya.

Dia juga menggarisbawahi, anak dengan gangguan autis umumnya pada saat makan dipengaruhi dua hal yakni benda dan logo. Pada anak-anak autis begitu tertarik dengan apa yang dilihatnya. Misalnya, ketika anak melihat mie sebagai hal menarik maka dia akan mengkonsumsi mie terus menerus atau mungkin ketika dia melihat menu mie pada iklan yang dia lihat ditelevisi juga akan memberikan dampak yang sama. "Sebab itu, kecerdasan orang tua dalam memasukan konsep makanan akan berpengaruh terhadap pola makan si anak," tegasnya.

Metabolisme Berbeda


Usai mengetahui tipe anak, orang tua juga harus memahami bahwa anak dengan gangguan autis memiliki metabolisme yang berbeda dengan anak normal. Metabolisme yang berbeda disebabkan kelainan pencernaan yang ditemukan adanya lubang-lubang kecil pada saluran pencernaan, tepatnya di mukosa usus.

Kelainan lain terletak pada kesulitan memproses protein karena termasuk asam amino pendek yang sering disebut “peptide”. Peptide dalam keadaan normal biasanya hanya diabsorbsi sedikit dan sisanya dibuang, namun karena adanya kebocoran mukosa usus menjadikannya masuk ke dalam sirkulasi darah.

Di dalam darah peptide ini hanya sebentar, karena sebagian dikeluarkan lewat urine dan sisanya masuk ke dalam otak yang dapat menempel pada reseptor opioid di otak. Akibat dari itu, peptide akan berubah menjadi morfin yang dapat memengaruhi fungsi susunan syaraf dan dapat menimbulkan gangguan perilaku.

Sebabnya, anak pada gangguan autis harus menghindari makanan yang terklasifikasi menjadi dua yaitu Kasein (protein dari susu) dan Gluten (protein dari gandum). Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius atau memicu timbulnya gejala.

Pada anak dengan gangguan autis, kedua zat ini yang sulit dicerna dan diterjemahkan otak sebagai morfin. Kadar morfin yang tinggi menyebakan anak menjadi lebih aktif, bahkan layaknya zat morfin pada narkotika dan obat-obatan terlarang akan berimbas pada kebalnya anak dari rasa sakit. "ini yang berbahaya, anak-anak bisa membahayakan dirinya karena adanya morfin," tukas Tri.

Meski demikian, tambahnya, bukan berati pemberian asupan makanan pada penderita autis menjadi sulit. Menurut Tri, orang tua tinggal menggantikan sumber makanan yang mengandung kasein dan gluten dengan bahan-bahan yang aman dari kedua zat tersebut. Contoh sederhana, ganti susu sapi dengan susu kedelai.

Oleh karena itu,Tri menyarankan orang tua untuk tidak terlalu khawatir anak-anak mereka tidak mendapatkan gizi yang lengkap. Tri justru meminta para orang tua untuk lebih aktif mencari informasi terkait asupan makanan yang tepat bagi si anak.

Peran Orangtua

Dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan, rata-rata menyimpulkan orang tua merupakan faktor penyembuh paling mujarab. Pasalnya, keterikatan batin terhadap anak tak akan tergantikan dengan apapun. "Rasa sayang orang tua merupakan obat penyembuh bagi anak-anak ini," tukasnya.

Tri Gunadi merupakan salah satu orang tua yang dianugerahi anak-anak "istimewa". Anaknya yang bernama Enrico (7 tahun) telah mendertita gangguan autis pada usia 8 bulan. Dirinya sempat merasa terkejut, bukan karena malu tapi lantaran dirinya adalah seorang konsultan autisme.

Pada akhirnya, dia menerima anugerah tersebut dengan lapang dada. Usai mengetahui anaknya menderita autis, dia lakukan pemeriksaan terhadap anak. Mulai dari ujung rambut hingga bagian dalam tubuh Enrico.

Selama 18 bulan dia melakukan tes demi mendapatkan penyembuhan tepat bagi si anak. Enrico merupakan anak yang telat belajar bicara. Dengan perjuangan yang keras, Tri usahakan agar si anak belajar berbicara. Usahanya pun tak sia-sia lantaran si anak akhirnya mampu belajar bicara dalam bahasa Indonesia dengan lancar. Dia pun memutuskan untuk mengenalkan bahasa inggris pada Enrico pada usia 4.5 tahun. Hasilnya, Enrico sudah mahir bertutur bahasa inggris.

Menurut Enrico, anak-anak autis dengan peran dan kasih sayang orang tua bisa berprestasi layaknya anak-anak normal. Hanya saja, orang tua harus ekstra sabar dan menunjukan kasih sayang yang lebih untuk si anak. Dengan kasih sayang itu, anak seolah dilindungi dan didukung. Terlebih saat anak sudah mencapai taraf remaja, dukungan orang tua menjadi penting.

Memasuki usia remaja, lingkungan merupakan tantangan bagi anak dengan gangguan autis. Bukan tanpa sebab, anak sering merasa frustasi bila merasa berbeda dengan anak-anak sebayanya yang normal. Maka dari itu, saran Tri, orang tua sudah harus mulai memberikan pengertian kepada si anak atas anugerah yang dimilikinya.

Sindrom Asperger

Istilah Asperger's Syndrome sebelumnya mungkin masih asing di telinga Anda. Akan tetapi, penayangan film Bollywood My Name is Khan turut mengingatkan kembali tipe autisme ringan ini.

Dalam film ini, tokoh utama Rizwan Khan didiagnosis menderita Asperger's syndrome. Khan digambarkan sebagai anak dengan perilaku agak aneh (sering meremas-remas batu) tetapi berbakat (memperbaiki setiap mesin yang rusak).

Apa itu Asperger's syndrome?Asperger's syndrome merupakan salah satu tipe pervasive development disorder (PDD). PDDs merupakan sekelompok kondisi termasuk keterlambatan perkembangan keahlian dasar seperti keterampilan bersosialisasi dengan, berkomunikasi dan menggunakan imajinasi.

Meskipun Asperger's syndrome mempunyai kesaman dengan autisme (jenis PPDs yang lebih parah), gangguan ini juga memiliki perbedaan di beberapa bidang. Anak-anak dengan Asperger's syndrome pada umumnya mempunyai fungsi lebih baik dibandingkan anak-anak autisme.

Selain itu, anak-anak dengan Asperger's syndrome umumnya mempunyai kecerdasan normal. Dan meskipun mereka kemungkinan mengalami gangguan berkomunikasi setelah dewasa, anak dengan Asperger's syndrome cenderung mempunyai perkembangan bahasa yang mendekati normal.

Nama gangguan ini diambil dari nama dokter Asal Austria, Hans Asperger, yang pertama kali menggambarkan gangguan ini pada 1944.

Gejala

Gejala Asperger's syndrome bervariasi dan mempunyai rentang dari ringan hingga berat. Gejala-gejala umum termasuk:

Gangguan keterampilan sosial. Anak-anak dengan Asperger's syndrome pada umumnya kesulitan berinteraksi dengan orang lain dan seringkali kaku dalam situasi sosial. Pada umumnya mereka sulit berteman.

Perilahu eksentrik atau kebiasaan yang berulang-ulang. Anak-anak dengan kondisi ini kemungkinan melakukan gerakan yang berulang-ulang, seperti meremas-remas atau memutar jari tangan.

Ritual yang tidak biasa. Anak dengan Asperger's syndrome kemungkinan mengembangkan ritual yang selalu diikuti, seperti mengenakan pakaian dengan urutan tertentu.

Kesulitan komunikasi. Orang-orang dengan Asperger's syndrome kemungkinan tidak melakukan kontak mata saat berbicara dengan seseorang. Mereka mungkin bermasalah menggunakan ekspresi dan gerak tubuh serta kesulitan memahami bahasa tubuh. Selain itu, mereka cenderung bermasalah memahami bahasa dalam konteks.

Keterbatasan ketertarikan. Anak dengan Asperger's syndrome kemungkinan memiliki ketertarikan yang intens bahkan terobsesi terhadap beberapa bidang, seperti jadwal olahraga, cuaca atau peta.

Masalah koordinasi. Gerakan anak dengan Asperger's syndrome kelihatan ceroboh dan kaku.

Berbakat. Banyak anak dengan Asperger's syndrome sangat berbakat di bidang tertentu, seperti musik atau matematika.

Penyebab

Penyebab pasti gangguan ini masih belum diketahui. Akan tetapi, fakta menunjukkan adanya kecenderungan bahwa gangguan ini diturunkan dalam keluarga.

Frekuensi

Jumlah pasti orang yang mengalami gangguan ini belum diketahui. Tapi, gangguan ini dinyatakan lebih umum dibandingkan autisme. Berdasarkan perkiraan yang dikutip situs webmd.com, sindrom ini dialami oleh 0,024 hingga 0,36 persen dari anak-anak. Gangguan ini lebih umum dialami laki-laki dibandingkan perempuan dan biasanya terdiagnosis saat anak berusia antara dua dan enam tahun.

Terapi


Asperger's syndrome belum bisa disembuhkan sepenuhnya. Akan tetapi, Anda bisa mencoba penanganan yang bisa meningkatkan fungsi dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Orang dengan Asperger's syndrome biasanya ditangani dengan kombinasi dari langkah-langkah berikut:

1. Pendidikan khusus: Pendidikan yang didisain untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak yang unik.

2. Modifikasi perilaku: Hal ini meliputi strategi untuk mendukung perilaku positif dan mengurangi perilaku bermasalah.

3. Terapi bicara, fisik dan terapi okupasional: Terapi ini didisain untuk meningkatkan kemampuan fungsional anak.

4. Obat-obatan. Tidak ada obat yang khusus untuk menangani Asperger's syndrome. Tapi, obat-obatan bisa digunakan untuk mengatasi gejala khusus, seperti kecemasan, depresi, serta perilaku yang hiperaktif dan terobsesi.

sumber:
http://www.autis.info

10 Jenis Terapi Autisme

Dalam memberiksn pengobatan atau penanganan pada anak autis para orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan anaknya sebagai kelinci percobaan dalam pemberian terapi. Namun masih banyak yang terkecoh dengan pengobatan-pengobatan palsu yang beredar dipasaran, dan setelah mengeluarkan banyak uang menjadi kecewa karena hasil yang diharapkan tidak tercapai.. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda. Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme:

1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.

2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

3) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.

6) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

7) Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.

8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis)

Selasa, 16 Maret 2010

GANGGUAN PERVASIF

Gangguan pervasif adalah kelompok kondisi psikiatrik di mana keterampilan sosial yang diharapkan, perkembangan bahasa, dan kejadian perilaku tidak berkembang secara sesuai atau hilang pada masa anak-anak awal.
Menurut DSM IV (dalam Kaplan, 2002), ada beberapa gangguan pervasif yang ditemukan pada usia tiga tahun yaitu autis, skizofrenia tipe masa anak-anak, gangguan disintegratif masa anak-anak, dan gangguan Asperger. Kaplan (2002) menghadapi anak dengan gangguan pervasif dapat diterapkan beberapa terapi diantaranya yaitu konseling dengan menggunakan psikoterapi, penggunaan psikotropika, bersekolah di sekolah anak yang normal.

Biasanya anak yang mengalami gangguan pervasif mengalami hambatan dalam interaksi sosial dan komunikasi. Dalam menangani anak khusus, ada beberapa gejala yang perlu diperhatikan antara lain dalam kemampuan interaksi sosial, komunikasi, bermain dan dalam tingkah laku repetitif dan pada aktivitas dan minat yang ia lakukan.
Dalam kemampuan interaksi social, seorang anak yang mengalami gangguan pervasif mengalami hambatan dalam hubungan timbal balik seperti menolak untuk dipeluk atau digendong; gagal mengembangkan permainan bersama teman, karena ia lebih suka bermain sendiri; tidak mampu memahami ekspresi orang lain dan kurang dapat memahami situasi sosial, perilaku yang ia jalani biasanya tidak sesuai dengan situasi yang sedang ia hadapi. Dalam berkomunikasi seorang anak autis 50% mengalami keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa dan berbicara, biasanya mereka berbicara sendiri tetapi tidak dapat memahami apa yang diucapkannya. Gaya bahasa yang digunakan kaku dan menjemukan serta tidak dapat memahami bahasa nonverbal.
Gejala lainnya dalam aktivitas dan minat mengalami keterbatasan dan terkadang tidak lazim atau aneh, anak autis dapat terpaku lama pada satu permainan dan sulit untuk menerima permainan baru. Anak-anak yang megalami autisme biasanya mengalami penolakan terhadap lingkungan dan rutinitas baru.

Daftar Pustaka :
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2002). Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan psiatri klinis. Jakarta : Binarupa Aksara.

CARA MENANGANI ANAK AUTIS

Autisme adalah gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not curable), namun bisa diterapi (treatable). Maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya bisa berbaur dengan anakanak lain secara normal. (Wenar, 1994)
Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
A.Berat ringannya gejala atau berat ringannya kelainan otak.
B.Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
C.Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
D.Bicara dan bahasa, 20 % penyandang autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda. Mereka dengan kemampuan bicara yang baik mempunyai prognosis yang lebih baik.
E.Terapi yang intensif dan terpadu.
Penanganan atau intervensi terapi pada penyandang autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4-8 jam sehari. Selain itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasidengan anak. Penanganan penyandang autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikologneurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik.
Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain:
a.Terapi medikamentosa.
Obat-obatan yang sering dipakai di Indonesia adalah
1. Vitamin (Efek samping : Hiperaktivitas, marah-marah, agresif, sulit tidur dan lain sebagainya).
2. Obat-obatan untuk memperbaiki keseimbangan neorutransmitter serotonin dan dopamin (Efek samping: Ngiler,ngantuk, kaku otot).
b.Terapi Wicara
c.Terapi Perilaku
d.Terapi Okupasi
e.Terapi Edukatif atau Pendidikan Khusus

PENYEBAB AUTISME

PENYEBAB AUTISME
Sampai dengan saat ini belum ada ketentuan yang pasti tentang penyebab gangguan autism ini, ada beberapa anggapan sebagai berikut:
A.Teori Psikoanalitik (efrigerator mother). Menurut teori ini, Autism disebabkan pengasuhan ibu yang tidak hangat (Bruno Bettelheim).
B.Teori berpandangn kognitif (Theory of Mind). Menurut teori ini, Autis disebabkan ketidak mampuan membaca pikiran orang lain “mindblindness” (Baron-Ohen, Alan Leslie).
C.Autisme sebagai gejala neurologis atau gangguan Neuro-Anatomi dan Bio-Kimiawi Otak. Menurut penelitian yang ada, 43% dari penyandang autism mempunyai kelainan yang khas didalam lobus parientalisnya (menyebabkan keterbatasan perhatian terhadap lingkungan), menurut Eric Courchesne dari Department of Neurososciences, School of Medicine, University of California, SanDiego, para penyandang autisme memiliki cerebellum yang lebih kecil (bertanggung jawab terhadap proses sensori, daya ingat, berpikir, bahasa, dan perhatian).
D.Teori Biologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh Faktor genetik.
E.Teori Imunologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh infeksi virus.
Beberapa gangguan yang menyertai autis antara lain:
A.Gangguan sulit tidur dan makan.
B.Gangguan afek dan mood.
C.Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
D.Gangguan kejang (10 – 25 %).
E.Kondisi fisik yang khas (anak autis 2 -7 tahun lebih pendek dibanding anak seusianya).

PENYEBAB AUTISME

PENYEBAB AUTISME
Sampai dengan saat ini belum ada ketentuan yang pasti tentang penyebab gangguan autism ini, ada beberapa anggapan sebagai berikut:
A.Teori Psikoanalitik (efrigerator mother).
Menurut teori ini, Autism disebabkan pengasuhan ibu yang tidak hangat (Bruno Bettelheim).
B.Teori berpandangn kognitif (Theory of Mind).
Menurut teori ini, Autis disebabkan ketidak mampuan membaca pikiran orang lain “mindblindness” (Baron-Ohen, Alan Leslie).
C.Autisme sebagai gejala neurologis atau gangguan Neuro-Anatomi dan Bio-Kimiawi Otak.
Menurut penelitian yang ada, 43% dari penyandang autism mempunyai kelainan yang khas didalam lobus parientalisnya (menyebabkan keterbatasan perhatian terhadap lingkungan), menurut Eric Courchesne dari Department of Neurososciences, School of Medicine, University of California, SanDiego, para penyandang autisme memiliki cerebellum yang lebih kecil (bertanggung jawab terhadap proses sensori, daya ingat, berpikir, bahasa, dan perhatian).
D.Teori Biologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh Faktor genetik.
E.Teori Imunologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh infeksi virus.
Beberapa gangguan yang menyertai autis antara lain:
A.Gangguan sulit tidur dan makan.
B.Gangguan afek dan mood.
C.Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
D.Gangguan kejang (10 – 25 %).
E.Kondisi fisik yang khas (anak autis 2 -7 tahun lebih pendek dibanding anak seusianya).

GEJALA-GEJALA YANG NAMPAK PADA AUTISME

Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Chris Williams dan Barry Wright (2007) mengemukakan beberapa simptom autistik yang mungkin sudah muncul diusia 18 bulan, seperti:
A.Tidak melakukan kontak mata.
B.Tidak merespon segera jika dipanggil nama.
C.Tampak berada “didunianya sendiri”.
D.Mengalami hambatan perkembangan bahasa.
E.Kehilangan kemampuan berbahasa.
F.Tidak menggunakan sikap tubuh.
G.Memegang tangan orang dewasa dan menaruhnya pada sesuatu yang ingin dia buka.
H.Tidak memahami sikap tubuh orang lain.
I.Tidak bermain pura-pura.
J.Lebih tertarik pada bagian-bagian permainan.
K.Menghabiskan banyak waktu untuk membariskan benda-benda.
L.Dan melakukan gerakan-gerakan tidak umum (ex. Jalan jinjit).
M.Memaksa membawa dua benda, satu disetiap tangan, seringkali dengan bentuk dan warna sama.

Mengingat di Indonesia belum ada suatu alat tes yang baku untuk mengetahui gangguan pada anak, maka untuk tujuan tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan perkembangan anak dengan indikator perkembangan yang normal.
Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu:
A.Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat bicara, mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri yang tidak dapat dimengerti, echolalia, sering meniru dan mengulang kata tanpa dimengerti maknanya, dan seterusnya.
B.Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindari kontak mata, tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri, dan seterusnya.
C.Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perilaku yang berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti impulsif, hiperaktif, repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang sama dan monoton .Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti gambar, karet, boneka dan lain-lain yang dibawanya kemana-mana.
D.Gangguan pada bidang perasaan atau emosi, seperti kurangnya empati, simpati, dan toleransi; kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa sebab yang nyata dan sering mengamuk tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
E.Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit mainan atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga, tidak menyukai rabaan dan pelukan, dan sebagainya.
Gejala-gejala tersebut di atas tidak harus ada semuanya pada setiap anak autisme, tergantung dari berat-ringannya gangguan yang diderita anak.

PENGERTIAN AUTISME

PENGERTIAN AUTISME
Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri. Dulu anak-anak yang mengalami gangguan ini telah dideskripsikan dalam berbagai istilah seperti chilhood schizophrenia (Bleuer), sedangkan Margareth Mahler (1952) menyebutnya dengan symbiotic psychotic children dengan gejala-gejala tidak dapat mengembangkan self-object differentiation. Belakangan istilah psikosis cenderung dihilangkan dan dalam Diagnostic and Statistical Maunal of Mental Disorder edisi IV (DSM-IV) Autisme digolongkan sebagai gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental dis-orders), secara khas gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan keterampilan sosial dan bahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik.
Autisme atau autisme infantil (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner (untuk membedakan dengan sidrom Asperger atau autis Asperger). Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.