Rabu, 30 November 2011

PERBANDINGAN INSTANT MESSENGER



YM VS GTALK
·       G-talk lebih mudah dibandingkan YM, karena hanya dengan mengirim email pada teman maka sudah dapat terhubung pada G-talk, tidak perlu mengundang atau menunggu diterima.

·       Yahoo Messenger (YM) lebih familiar dan lebih mudah penggunaannya dibandingkan Gtalk dikarenakan YM sudah lebih dulu ada dan digunakan oleh banyak orang.

·      Untuk chat di yahoo messenger lebih mudah untuk mengaksesnya tanpa mendownload aplikasi tersebut yang membuang waktu.

·       YM memiliki room chat yang berfungsi untuk berkomunikasi dengan orang-orang di berbagai macam tipe atau tempat sesuai dengan yang diinginkannya. Sedangkan Gtalk tidak memiliki fitur tersebut.

Sabtu, 14 Mei 2011

STRES LINGKUNGAN

STRES LINGKUNGAN

Apakah Stres Itu:
Kita tentu pernah mengalami stres. Stress adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada dua pengertian stress yaitu gangguan atau kekacauan mental dan emosional; dan tekanan. Menurut Lazarus (1976), stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Korchin (1976), keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Secara teknis psikologik, stres didefinisikan sebagai suatu respons peyesuaian seseorang terhadap situasi yang dipersepsikan menantang atau mengancam kesejahteraan orang yang bersangkutan. Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Ada 3 sumber utama bagi stres, yaitu :
1. Lingkungan
Lingkungan kehidupan memberi berbagai tuntutan penyesuaian diri seperti
- Cuaca, kebisingan, kepadatan
- Tekanan waktu, standard prestasi, berbagai ancaman terhadap rasa aman dan harga diri
- Tuntutan hubungan antara pribadi, penyesuaian diri dengan tema, pasangan dan perubahan keluarga.
2. Fisiologi
- Perubahan kondisi tubuh, seperti pada masa remaja. Seorang perempuan akan mengalami haid, hamil dan sesuai pertambahan umur hingga akhirnya mengalami proses penuaan.
- Reaksi tubuh yaitu reaksi terhadap ancaman dan perubahan lingkungan mengakibatkan perubahan pada tubuh kita hingga menimbulkan stres.
3. Pikiran
Pemaknaan diri dan lingkungan. Pikiran menginterpretasi dan menerjemahkan pengalaman perubahan dan menentukan kapan menekan tombol panik. Bagaimana kita memberi makna atau label pada pengalaman dan antisipasi ke depan bisa membuat kita relaks atau stres.
Hans Selye mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang ditekankan padanya. stres bisa dibedakan atas dasar sifat stressornya, yaitu distress, hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak) dan eustress hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun).
Sarwono mengatakan stres adalah kondisi kejiwaan ketika jiwa itu mendapat beban. Stres itu sendiri bermacam-macam, bisa berat, bisa juga ringan dan stres berat berkemungkinan mengakibatkan berbagai gangguan. Stres ringan dapat merangsang dan memberikan gairah nyata dalam kehidupan yang setiap harinya menjenuhkan. Stres yang berlebihan apabila tidak ditanggulangi sejak dini akan membahayakan kesehatan.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sarafino (dalam Prabowo, 1998) mencoba mengkonseptualisasikan kedalam tiga pendekatan yaitu stimulus, respons, dan proses.
1. Stimulus
Keadaan/situasi dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stresor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini megkategorikan stresor menjadi tiga:
a. Peristiwa katastropik, misalnya angin tornado atau gempa bumi.
b. Peristiwa hidup yang penting, misalnya kehilangan pekerjaan atau orang yang dicintai
c. Keadaan kronis, misalnya hidup dalam kondisi sesak dan bising.
2. Respons
Respon adalah reaksi seseorang terhadap stresor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan, yaitu komponen psikologis dan komponen fisiologis.
a. Komponen psikologis, seperti perilaku, pola berpikir dan emosi.
b. Komponen fisiologis, seperti detak jantung, sariawan, keringat dan sakit perut.
Kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.
3. Proses
Stres sebagai suatu proses terdiri dari stresor dan strain ditambah dengan satu dimensi penting, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu, yang disebut juga dengan istilah transaksi antara manusia dengan lingkungan, yang di dalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.

Kaitan Stres dengan Psikologi Lingkungan
Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (dalam Prabowo, 1998) mengajukan dua pengandaian:
1. Stress dihasilkan oleh proses dinamik ketikaorang berusaha mempeoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan.
Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangat bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu.
2. Bahwa variable transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stress psikologis yang disebabkan oleh lingkungan binaan.
Misalnya perkantoran, status, anggapan tentang kontrol, pengaturan ruang dan kualitas lain dapat menjadi variabel transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stres atau tidak.
Bangunan yang tidak memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial akan merupakan sumber stres bagi penghuninya. Apabila perumahan tidak memperhatikan kenyamanan penghuni, misalnya pengaturan udara yang tidak memadai maka penghuni tidak dapat beristirahat dan tidur dengan nyaman. Akibatnya, penghuni seringkali lelah dan tidak dapat bekerja secara efektif dan ini akan mempengaruhi kesejahteraan fisik maupun mentalnya. Demikian pula apabila perumahan tidak memperhatikan kebutuhan rasa aman warga, maka hal ini akan berpengaruh negatif pula. Penghuni selalu waspada dan akan mengalami kelelahan fisik maupun mental. Hubungan antara manusia sangat penting untuk itu perumahan juga sebaiknya memperhatikan kebutuhan tersebut.
Didalam membahas hubungan manusia dengan lingkungan binaan, maka pada lingkungan binaan tersebut diharapkan akan didapat ungkapan-ungkapan arsitektur berupa pola-pola yang mempengaruhi perkembangan dan perubahan konsepsi bangunan. Perubahan-peruahan konsepsi pada bangunan itu terjadi pada perilaku penghuni terhadap tata atur yang telah tercipta pada bangunan itu dahulunya. Akibat dari pergeseran perlakuan atau aktivitas dari penghuni mengakibatkan kerancuan visual dan tata atur banguan tersebut.
Baum, Singer, dan Baum (dalam Prabowo, 1998), mengartikan stres lingkungan dalam tiga faktor, yaitu :
1. Stresor fisik (misalnya: suara).
2.Penerimaan individu terhadao stresor yang dianggap sebagai ancaman (appraisal of the stressor).
3. Dampak stresor pada organisme (dampak fisiologis).
Sementara Fontana (dalam Prabowo, 1998), menyebutkan bahwa sumber utama dari stres didalam dan disekitar rumah adalah sebagai berikut :
1. Stres karena teman kerja (partner)
2. Stres karena anak-anak
3. Stres karena pengaturan tempat tinggal setempat
4. Tekanan-tekanan lingkungan.

Stres dapat Mempengaruhi Perilaku Individu Dalam Lingkungan
Stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungan.
Kepadatan tinggi merupakan stresor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada di dalamnya. Stresor lingkungan, menurut Stokols (Dalam Prabowo, 1998), merupakan salah satu aspek lingkungan yag dapat menyebabkan stres, penyakit, atau akibat-akibat negatif pada perilaku masyarakat.
Menurut Iskandar (dalam Prabowo, 1998), proses terjadinya stres juga melibatkan komponen kognitif. Seperti skema model stres yang diadaptasi dari Selye dan Lazarus, menjelaskan bahwa faktor psikologi individual (intelektual, pengalaman lalu, pengetahuan dan motivasi) dan aspek kognitif tentang stimulus (pengontrolan persepsi, dapat diduga, kesegeraan) dalam penelitian kognitif tentang lingkungan yanh diawali oleh stimulus lingkungan, lalu dilanjutkan oleh reaksi alam proses otonom, kemudian melalui tahapan berikutnya yaitu tahapan bereaksi strategi mengatasi stres. Jika berhasil maka individu tersebut akan mengalami proses adaptasi, sedangkan jika gagal maka individu tersebut akan melalui tahapan kelelahan.
Stokols (dalam Prabowo, 1998), mengatakan bahwa apabila kesesakan tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan stres pada individu. Stres yang dialami individu dapat memberikan dampak yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menghadapi stres. Individu yang mengalami stres umumnya tidak mampu melakukan interaksi sosial dengan baik, sehingga dapat menurunkan perilaku untuk membantu orang lain.
Dalam kaitannya dengan stres lingkungan, ada transaksi antara karakteristik lingkungan dengan karakteristik individu yang menentukan apakah situasi yang menekan tersebut menimbulkan stres atau tidak. Udara panas bagi sebagian orang menurunkan kinerja, tetapi bagi orang lain yang terbiasa tinggal di daerah gurun, udara panas tidak menghambat kinerja.

Contoh stres dalam lingkungan :
Ketika seseorang dihadapkan dengan masalah biaya pengeluaran yang semakin besar untuk pulang pergi kuliah atau kerja dengan menggunakan transportasi umum. Masalah tersebut mempunyai pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang membuat seseorang menjadi stres, apalagi dihadapkan dengan kemacetan ketika kita pulang kuliah atau kerja. Stres yang timbul dapat juga dipengaruhi suhu, suara, kelembaban, dan polusi udara.

Kamis, 21 April 2011

PRIVASI, TERITORIAL, DAN RUANG PERSONAL

A. PRIVASI

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain dengan cara mendekati atau menjauhinya. Lang ( dalam Prabowo, 1998) berpendapat bahwa tingkat dari privasi tergantung dari pola-pola perilaku dalam konteks budaya dan dalam kepribadian dan aspirasi dari keterlibatan individu. Menurut Sarwono (1992) privasi adalah keinginan atau kecenderungan pada diri seseorang untuk tidak diganggu kesendiriannya.
Rapoport (dalam soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. Privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka meenyepi saja. Sementara menrut Altman (1975)mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Menurutnya privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Kemudian Altman menjabarkan beberapa fundi privasi antara lain :
• Pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan dengan orang lain diinginkan, kapan waktnya menyendiri dan kapan waktunya bersama-sama dengan orang lain.
• Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman atau jarak dalam berhubungan dengan orang lain.
• Memperjelas konsep diri dan identitas diri.
Sementara itu marshal (dalam Prabowo, 1998) berusaha membuat alat yang berisi serangkaian pernyataan tentang privasi dalam berbagai situasi (dinamakan Privacy Preference Scale) dan terdapat enam jenis orientasi tentang privasi yang dapat dikelompokan ke dlam dua kelompok besar yaitu :
• Tingkah laku menarik diri (withdrawl), dibagi menjadi 3 orientasi:
a.Solitude (keingian untuk menyendiri)
b.Seclusion (keinginan untuk menjauh dari pandangan dan gangguan suara tetangga serta kebisingan lalu lintas)
c.Intimacy (keinginan untuk dekat denga keluarga dan orang-orang tertentu, tetapi jauh dari semua orang lain)
• Tingkah laku mengontrol informasi (control of information), dibagi menjadi 3 orientasi :
a.Anonymity (keinginan untuk merahasiakan jati diri )
b.Reserve (keinginan untuk tidak mengungkapkan diri terlalu banyak kepada orang lain)
c.Not-neightboring (keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi privasi :
1.Faktor Personal
Marshall (dalam Prabowo, 1998) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonim dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagian besar waktunya dikota akan lebih memilih keadaan anonim dan intimacy.
2.Faktor Situasional
Penelitian Marshall (dalam Prabowo, 1998) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi didalam rumah antara lain disebabkan oleh setting rumah. Setting rumah disini sangat berhubungan seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak antar rumah dan banyaknya tetangga sekitar rumah. Seseorang yang mempunyai rumah yang jauh dari tetangga dan tidak dapat melihat banyak rumah lain disekitarnya dari jendela dikatakan memiliki kepuasan akan privasi yang lebih besar.
3.Faktor Budaya
Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gipsy dan Geertz pada orang jawa dan Bali) memandang bahwa tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang dinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi.

B. TERITORIALITAS

Holahan (dalam Prabowo, 1998) mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain. Dengan demikian menurut Altman, penghuni tempa tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar atau merupakan suatu teritorial primer.
Menurut Lang (dalam Prabowo,1998) terdapat empat karakter dari teriorialitas yaitu :
1.Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
2.Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
3.Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
4.Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.

Altman membagi teritorialitas menjadi 3 yaitu :
1.Teritorialitas primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya . pelanggaran terhadap teritori utama ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempetahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya . yang termasuk dalam teritorial ini adalah ruang kerja, ruang tidur, pekarangan, wilayah negara, dan sebagainya.
2.Teritorial sekunder
Jenis teritori ini lebih loggar pemakaiannya dan pengotrolan oleh perorangan. Teritorial ini dapat digunakan oleh orang lain yang masih didalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi-publik. Yag termasuk dalam teritorial ini adalah sirkulasi lalu lintas di dalam kantor, toilet, zona servis dan sebagainya.
3.teritorial umum
Dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim didalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat. Contohnya adalah taman kota, tempat duduk dalam bis kota, gedung bioskop, ruang kuliah, dan sebagainya. Berdasarkan pemakaiannya, teritorial umum dibagi menjadi tiga yaitu :
Stalls
Merupakan suatu tempat yang dapat disewa atau dipergunakan dalam jangka waktu tertentu, biasanya berkisar antara jangka waktu lama dan agak lama. Kontrol terhadap stalls terjadi pada saat penggunaan saja dan akan berhenti pada saat penggunaan waktu habis.
Turns
Turns mirip dengan stalls, hanya berbeda dalam jangka waktu penggunaannya saja. Turns dipakai orang dalam waktu yang singkat, misalnya tempat antrian karcis, antrian bensin dan sebagainya.
use space
teritorial yang berupa ruang yang dimulai dari titik kedudukan seseorang ke titik kedudukan objek yang sedang diamati sseorang.
Perilaku teritorialitas manusia dalam hubungannya dengan lingkungan binaan dapat dikenal antara lain pada penggunaan elemen-elemen fisik untuk menandai demarkarsai teritori yang dimiliki seseorang, misalnya pagar halaman. Teritorialitas ini terbagi sesuai dengan sifatnya yaitu mulai dari yang privat sampai dengan publik. Ketidakjelasan pemilikan teritorial akan menimbulkan gangguan terhadap perilaku.

C. RUANG PERSONAL

Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi, dan arsiktektur. Selanjunya dikatakan bahwa studi personal space merupakan tinjauan terhadap perilaku hewan dengan cara mengamati perilaku mereka berkelahi, terbang dan jarak sosial antara yang satu dengan yang lain. Kajian ini kemudian ditransformasikan dengan cara membentuk pembatas serta dapat pula diumpamakan semacam gelembung yang mengelilingi individu dengan individu lain.
Menurut Sommer (dalam Praabowo, 1998), ruang personal adalah daerah disekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffmn menggambarkan ruang personal sebagai jarak/daerah disekitar individu dimana dengan memasuki daerah orang lain menyebabkan orang lain tersebut merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.
Menurut Edward T.Hall, seorang antropolog bahwa dalam interaksi sosial terdapat 4 zona spasial yang meliputi :
1.Jarak intim
Jarak yang dekat/akrab dengan jarak 0-18 inci. Menurut Hall pada jarak yang akrab ini kemunculan orang lai adalah jelas sekali dan mungkin suatu saat akan menjadi sangat besar karena sangat meningkatnya. Pada jarak 0-6 inci (fase dekat pada jarak intim), kontak fisik merupakan suatu hal yang teramat penting. Hall menggambarkan bahwa pada jarak ini akan mudah terjadi pada saat orang yang sedang bercinta, olahraga gulat, saling menyenangkan dan melindungi. Jika zona ini menyenangkan dalam suatu situasi yaitu ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain yang dicintainya, mungkin akan menjadi tidak menyenangkan dalam situasi lain.
2. Jarak personal
Jarak pribadi yang memiliki jarak antara 1,5-4 kaki. Jarak ini sdalah karakteristik kerenggangan yang biasa dipakai individu satu sama lain. Jarak pribadi ini masih mengenal pembagian fase menjadi 2 :
• Fase dekat (1,5-2,5 kaki)
Pada fase dekat masih memungkinkan banyak sekali pertukaran sentuhan, bau, dan isyarat-isyarat lainnya, meski tidak sebanyak pada intimate distance.
• Fase jauh (2,5-4 kaki)
Pada jarak jauh, jaraknya dapat memanjang sampai jarak dimana masing-masing orang dapat saling menyentuh dengan mengulurkan tangannya.
3. Jarak sosial
Jarak sosial mempunyai jarak 4-25 kaki dan merupakan jarak-jarak normal yang memungkinkan terjadinya kontak sosial yang umum serta hubungan bisnis. Pada bagian yang dekat dengan zona sosial pada jarak 4-7 kaki, kontak visual tidak begitu terselaraskan dengan baik dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.
4. Jarak publik
Pada jarak publik memiliki jarak 12-25 kaki atau jarak-jarak dimana isyarat-isyarat komunikasi lebih sedikit dibandingkan dengan daerah-daerah terdahulu.

SUMBER ;
1. Prabowo,hendro.1998.Arsiktektur,Psikologi dan Masyarakat.jakarta:Universitas Gunadarma
2. Sarwono,S.W.1992.Psikologi Lingkungan.Jakarta:PT.Gramedia

Senin, 28 Maret 2011

KEPADATAN DAN KESESAKAN

KEPADATAN

Menurut Altman (dalam Prabowo, 1998), di dalam studi sosiologi sejak tahun 1920an, variasi indicator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku sosial. Variasi indicator kepadatan meliputi jumlah individu dalam sebuah kota, jumlah individu pada daerah sensus, jumlah inndividu pada unit tempat tinggal, jumlah ruangan pada unit tempat tinggal, jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain-lain.
Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (dalam Prabowo, 1998) menggolongkan kepadatan dalam 2 kategori yaitu:
1. Kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurun besar ruang.
2. Kepadatan sosial (social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan emningkat sejalan dengan bertambahnya individu.

Menurut Altman (dalam Prabowo, 1998) membagi kepadatan menjadi kepadatan dalam (inside density) dan kepadatan luar (outside density).
1. Kepadatan dalam
Sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar dan lain-lain.
2. Kepadatan luar
Sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.

Zlutnick dan Altman (dalam Prabowo, 1998) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman, antara lain :
1. Lingkungan pinggiran kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah.
2. Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah,
3. Lingkungan mewah perkotaan, dimana kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi.
4. Perkampungan kota yang ditandai dengan kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi.

Menurut Taylor (dalam Prabowo, 1998), lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal seseorang di suatu tempat tinggal. Oleh karena itu, individu yang bermukim di pemukiman dengan kepadatan yang berbeda mungkin menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda pula.

AKIBAT KEPADATAN TINGGI

Menurut Heimstra dan Mc Farling (dalam Prabowo, 1998) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis.
• Akibat secara fisik
Reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain.
• Akibat secara sosial
Adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatkan kriminalitas dan kenakalan remaja.
• Akibat secara psikis

Terdapat beberapa akibat berdampak pada psikis, antara lain :
o Stres, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas dan perubahan suasana hati.
o Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenederung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
o Perilaku menolong (prososial) kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain yang membuuhkan terutama pada orang yang tidak dikenal.
o Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu.
o Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi.

KESESAKAN

Menurut Altman (dalam Prabowo, 1998), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia dengan manusia satu dengan lainnya dalam satu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang.

Morris (dalam Prabowo, 1998) member pengertian kesesakan sebagai deficit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian rumah, maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya kekurangan ruang. Dalam suatu unit hunian, kepadatan ruang harus diperhitungkan dengan mebel dan peralatan yang diperlukan untuk suatu aktivitas. Oleh karenanya untuk setiap ruang akan memerlukan suatu ukuran standar ruang yang berbeda, karena fungsi dari ruang itu berbeda.
Adapun kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spasial, sosial dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas. Jadi rangsangan berupa hal-hal yang berkaitan dengan keterbatasan ruang disini kemudian diartikan sebagai suatu kekurangan. Pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

PENGUKURAN KESESAKAN

Kesesakan dalam penelitian ini diukur dengan skala kesesakan yang disusun berdasarkan aspek-aspek kesesakan oleh Gifford. Kesesakan mengacu pada faktor internal dan eksternal. Kalb & Keating (dalam Zuhriyah, 2007) meneliti para pelanggan toko buku universitas dalam situasi yang ramai. Subjek penelitian diminta mengungkapkan situasi yang dialami. Responden tersebut menyatakan kesesakan mengacu pada perasaan negatif dalam diri yang timbul akibat keramaian yang terjadi (internal focus) dan di sisi lain kesesakan mengacu pada bagaimana keramaian itu terjadi atau lebih menunjuk pada faktor di luar diri (external focus).

Menurut Stokols dan Sundstrom (dalam Zuhriyah, 2007) kesesakan memiliki tiga aspek yakni:
a) Aspek situasional, didasarkan pada situasi terlalu banyak orang yang saling berdekatan dalam jarak yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan gangguan secara fisik dan ketidaknyamanan, tujuan yang terhambat oleh kehadiran orang-orang yang terlalu banyak, ruangan yang menjadi semakin sempit karena kehadiran orang baru ataupun kehabisan ide.
b) Aspek emosional, menunjuk pada perasaan yang berkaitan dengan kesesakan yang dialami, biasanya adalah perasaan negatif pada orang lain maupun pada situasi yang dihadapi. Perasaan positif dalam kesesakan tidak dapat dipungkiri, namun perasaan ini hanya terjadi jika individu berhasil menangani rasa sesak dengan strategi penanggulangan masalah yang digunakan.
c) Aspek perilakuan, kesesakan menimbulkan respon yang jelas hingga samar seperti mengeluh, menghentikan kegiatan dan meninggalkan ruang, tetap bertahan namun berusaha mengurangi rasa sesak yang timbul, menghindari kontak mata, beradaptasi hingga menarik diri dari interaksi sosial.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESESAKAN

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan meliputi faktor individu, sosial dan fisik (dalam Zuhriyah, 2007) :
a) Faktor individu
Faktor individu terdiri atas kepribadian, minat dan harapan-harapan individu. Faktor kepribadian meliputi kemampuan kontrol dalam diri individu. Kendali diri internal yakni keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi lebih dipengaruhi oleh diri individu sendiri dapat membantu individu menghadapi stres akibat kesesakan yang dirasakan. Minat berkaitan dengan kecenderungan berafiliasi atau bersosialisasi. Individu yang memiliki ketertarikan terhadap individu lain dalam ruangan yang padat akan memiliki toleransi terhadap kesesakan yang lebih tinggi daripada individu yang tidak memiliki kecenderungan untuk berafiliasi dengan individu lain dalam ruang yang padat. Hal ini terlihat dalam penelitian Stuart Miller, dkk (dalam Zuhriyah, 2007) pada tahun 1971 yang menyatakan bahwa kecenderungan berafiliasi yang tinggi membantu individu menghadapi kepadatan yang tinggi daripada ketika harus menghadapi kepadatan yang tinggi seorang diri. Harapan atau prasangka juga mempengaruhi rasa sesak yang dirasakan, individu yang berharap pertambahan orang baru hanya sedikit tidak terlalu merasa sesak dibanding individu yang menyangka pertambahan orang baru dalam ruangan akan lebih banyak dari keadaan sebenarnya. Selanjutnya pengalaman pribadi akan mempengaruhi tingkat stres yang terjadi akibat kepadatan yang tinggi. Individu yang telah terbiasa dengan situasi yang padat akan lebih adaptif dan lebih bersikap toleran dalam menghadapi kepadatan dalam situasi baru.
b) Faktor sosial
Faktor sosial antara lain kehadiran dan tingkah laku orang yang berjarak paling dekat, koalisi yang terbentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan informasi yang diterima individu berkaitan dengan kesesakan yang dirasakan. Hambatan terhadap tujuan yang ingin dicapai dapat menimbulkan stres. Ketika kepadatan meningkat, privasi menjadi menurun sehingga individu harus berpikir keras untuk menghadapi situasi yang menekan, gangguan secara fisik meningkat dan kemampuan kontrol dapat berkurang. Faktor sosial lain adalah kualitas hubungan diantara individu yang harus berbagi ruang. Individu yang memiliki cara pandang yang sama akan merasa cocok satu sama lain dan lebih mudah menghadapi situasi yang padat, sementara informasi yang jelas dan akurat akan membantu individu menghadapi kesesakan yang dialami.
c) Faktor fisik
Faktor fisik meliputi keadaan ruang, bangunan, lingkungan, kota, dan arsitektur bangunan seperti ketinggian langit-langit, penataan perabot, penempatan jendela dan pembagian ruang. Menurut penelitian Baum, dkk (dalam Zuhriyah, 2007) pada tahun 1978, koridor yang panjang menimbulkan rasa sesak juga persaingan dan penarikan diri secara sosial, menurunkan kerja sama, dan menimbulkan kontrol diri yang rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : Universitas Gunadarma.

Zuhriyah. 2007. Hubungan antara Kesesakan dengan Kelelahan Akibat Kerja pada Karyawan bagian Penjahitan Perusahaan Konveksi PT Mondrian Klaten Jawa Tengah. Skripsi. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Minggu, 06 Maret 2011

KOMUNITAS “PUNK” DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu maka muncullah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan dan ideologi yang sama. Salah satu dari kelompok tersebut yang akan kita bahas adalah kelompok “Punk”, yang terlintas dalam benak kita bagaimana kelompok tersebut yaitu dengan dandanan ‘liar’ dan beda dari yang lain, seperti baju kumal, jaket berspike, celana ketat, sepatu boots dan berambut mohawak ala kaum Indian dan rambut dicat dengan potongan ke atas dengan anting-anting. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri. “Punk” hanya aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya, akan kembali lagi ke masing-masing individu. Motto dari anak-anak “Punk” itu tersebut, Equality (persamaan hak) itulah yang membuat banyak remaja tertarik bergabung didalamnya. “Punk” sendiri lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik “Punk” dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka dengan gaya hidup “Punk”.

“Punk” pertama lahir di negara Inggris sekitar tahun 1960an, ketika terjadi revolusi industri. Keberadaan “Punk” lahir ketika itu adalah sebagai bentuk tindakan penolakkan terhadap segala macam penindasan yang banyak terjadi terutama dikalangan masyarakat kelas bawah atau pekerja. Banyak yang beranggapan bahwa anak “Punk” yang berpenampilan seperti itu selalu berandalan, perusuh dan selalu bikin onar. Orang yang berpandangan seperti itu terhadap anak Punk yang suka nongkrong di pinggir jalan biasanya hanya memandang dari segi luar mereka atau dari dandanan yang menyeramkan. Salah satunya perilaku sex bebas dengan anak Punk perempuan. Adanya wanita yang masuk komunitas ini, bisa dipastikan tidak lagi perawan. Saat mereka mabuk, segala perbuatan nista dengan gampangnya bisa terjadi. Namun, jika kita mengenal lebih dalam tentang anak Punk tidaklah semua anak Punk yang selalu berpenampilan beda itu selalu bersikap berandalan. kebersamaan dari semua anak punk adalah kawan dan bersaudara tanpa ada senioritas dan junioritas. Semua sama dan sejajar / setara, Punk menganggap kebersamaan sesama anak Punk satu sama lain akan membuat mereka bersatu dan lebih kuat. Salah satu nilai positif dari punk yang bisa saya ambil yaitu kebersamaan dan kemandirian dalam melakukan sesuatu. Jadi kebebasan tidaklah diartikan sebagai tindakan semaunya sendiri akan tetapi kebebasan bertindak tapi juga harus bisa mengontrol diri sendiri agar tidak merugikan diri sendiri dan merusak orang lain.


Sumber: http://perpustakaan-online.blogspot.com/2008/06/aliran-punk.html